Kamis, 07 Januari 2016

makalah pengelolaan kelas



BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Kegiatan guru didalam kelas meliputi dua hal pokok, yaitu mengajar dan mengelola kelas.Kegiatan mengajar dimaksudkan secara langsung menggiatkan siswa mencapai tujuan-tujuan seperti menelaah kebutuhan-kebutuhan siswa, menyusun rencana pelajaran, menyajikan bahan pelajaran kepada siswa, mengajukan pertanyaan kepada siswa, menilai kemajuan siswa adalah contoh-contoh kegiatan mengajar.Kegiatan mengelola kelas bermaksud menciptakan dan mempertahankan suasana (kondisi) kelas agar kegiatan mengajar itu dapat berlangsung secara efektif dan efisien, namun dalam pengelolaan kelas sering kali ditemukan masalah.Masalah pokok yang sering dihadapi oleh guru, baik guru pemula maupun yang sudah berpengalaman adalah masalah pengelolaan kelas / manajemen kelas.Dengan demikian pengelolaan kelas yang efektif adalah syarat bagi pengajaran yang efektif.Pengelolaan kelas/ manajemen kelas adalah suatu usaha yang dengan sengaja dilakukan guna mencapai tujuan pengajaran.Kesimpulan sederhananya adalah pengelolaan kelas merupakan kegiatan pengaturan kelas untuk kepentingan pengajaran. Dalam konteks yang demikian itulah  pengelolaan kelas penting untuk diketahui oleh siapapun juga yang menerjunkan dirinya kedalam dunia pendidikan.
Namun dalam pelaksanaanya  masih banyak permasalahan yang menghambat pelaksanaan manajemen kelas sehingga manajemen kelas tidak bisa terlaksana dengan baik. Permasalahan ini meliputi dua jenis , yaitu yang menyangkut pengajaran dan yang menyangkut pengelolaan kelas.Guru-guru harus mampu membedakan kedua permasalahan itu dan menemukan pemecahannya secara tepat. Karena sering terjadi guru-guru menangani masalah yang bersifat pengajaran dengan pemecahan yang bersifat pengelolaan dan sebaliknya sehingga penyelesaian masalahnya kurang tepat

B.  Rumusan Masalah

1.    Apa pengertian pengelolaan kelas ?
2.    Apa saja permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan kelas ?
3.    Bagaimana cara mengenali adanya masalah ?
4.    Bagaimana cara penyelesaian permasalahan dalam pengelolaan kelas ?
5.    Bagaimana usaha yang bersifat pencegahan ?

C.                Tujuan Pembahasan

1.    Untuk mengetahui pengertian pengelolaan kelas.
2.    Untuk mengetahui permasalahan yang terdapat dalam pengelolaan kelas.
3.    Untuk mengetahui cara mengenali adanya masalah.
4.    Untuk mengetahui cara penyelesaian permasalahan dalam pengelolaan kelas.
5.    Untuk mengetahui usaha yang bersifat pencegahan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pengelolaan Kelas
Menurut Hadari Nawawi (1989 : 115), pengelolaan kelas dapat diartikan sebagai kemampuan guru atau wali kelas dalam mendayagunakan potensi kelas berupa pemberian kesempatan yang seluas-luasnya pada setiap personal untuk melakukan kegiatan kelas yang berkaitan dengan kurikulum dan perkembangan murid. Johanna Kasin Lemlech, dalam bukunya Drs. Cecep Wijaya & Drs. A. Tabrani Rusyan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Pengelolaan Kelas adalah usaha dari pihak guru untuk menata kehidupan kelas dimulai dari perencanaan kurikulumnya, penataan prosedur dan sumber belajarnya, pengaturan lingkungannya untuk memaksimumkan efisiensi, memantau kemajuan siswa, dan mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin timbul.[1]
Dr. Suharsimi Arikunto berpendapat bahwa “Pengelolaan Kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh penanggung-jawab kegiatan belajar-mengajar atau yang membantu dengan maksud agar dicapainya kondisi yang optimal, sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar seperti yang diharapkan.”[2]
Maka dapat ditarik kesimpulan dari beberapa pendapat para ahli tersebut  bahwa Pengelolaan Kelas merupakan upaya mengelola siswa didalam kelas yang dilakukan untuk menciptakan dan mempertahankan suasana/kondisi kelas yang menunjang program pengajaran dengan jalan menciptakan dan mempertahankan motivasi siswa untuk selalu ikut terlibat dan berperan serta dalam proses pendidikan di sekolah.
B.     Permasalahan Yang Terjadi Dalam Pengelolaan Kelas
Dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) ada banyak hal yang perlu diperhatikan agar tujuan dari pembelajaran dapat terwujud. Pada saat mengajar seorang guru akan menghadapi beberapa masalah dalam kelasnya. Masalah yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran dapat dibagi menjadi dua, yaitu masalah pengajaran dan masalah pengelolaan kelas. Faktor guru yang menjadi penghambat dalam pengelolaan kelas adalah
1.      tipe kepemimpinan guru
2.      format belajar yang monoton
3.      kepribadian guru
4.      pengetahuan guru, dan
5.      pemahaman guru tentang peserta didik.
Kekurangsadaran peserta didik dalam memenuhi tugas dan haknya sebagai anggota suatu kelas juga dapat menjadi faktor utama penyebab masalah pengelolaan kelas. Sedangkan faktor fasilitas yang menjadi penghambat dalam pengelolaan kelas adalah
1.      jumlah peserta didik dalam kelas
2.      besar ruang kelas
3.      ketersedian alat.
Kebiasaan yang kurang baik di lingkungan keluarga seperti tidak tertib, tidak patuh pada disiplin, kebebasan yang berlebihan, ataupun terlampau dikekang, juga dapat menjadi latar belakang yang menyebabkan peserta didik melanggar disiplin di kelas.[3]
Menurut M. Entang dan T. Raka Joni (1983:12), masalah pengelolaan kelas dibagi menjadi dua kategori masalah, yaitu masalah individual dan masalah kelompok. Pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru akan tepat jika guru tersebut dapat mengidentifikasi masalah dengan tepat dan dapat menentukan strategi penanggulangan yang tepat pula. Masalah individu akan muncul karena tingkah laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Setiap individu memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki dan untuk merasa dirinya berguna. Jika seorang individu gagal mengembangkan rasa memiliki dan rasa dirinya berharga maka dia akan bertingkah laku menyimpang dan akan berusaha mendapatkannya dengan cara-cara yang tidak baik. Rodolf Dreikurs dan Cassel yang dikutip oleh M. Entang dan T. Raka Joni mengelompokannya menjadi empat, yaitu:
1.    Tingkah laku yang ingin mendapatkan perhatian orang lain
2.    Tingkah laku yang ingin menunjukkan kekuatan
3.    Tingkah laku yang bertujuan menyakiti orang lain
4.    Peragaan ketidakmampuan.[4]
Sedangkan masalah kelompok, menurut Lois V. Jhonson dan Mary A. Bany mengemukakan tujuh kategori masalah kelompok dalam pengelolaan kelas, yaitu:
1.    Kurangnya kekompakan : Kurangnya kekompakan kelompok ditandai dengan adanya kekurang-cocokkan (konflik) diantara para anggota kelompok.Konflik antara siswa-siswa dari kelompok yang berjenis kelamin atau bersuku berbeda termasuk kedalam kategori kekurang-kompakan ini. Dapat dibayangkan bahwa kelas yang siswa-siswa tidak kompak akan beriklim tidak sehat yang diwarnai oleh adanya konflik, ketegangan dan kekerasan. Siswa-siswa di kelas seperti ini akan merasa tidak senang dengan kelompok kelasnya sehingga mereka tidak merasa tertarik dengan kelas yang mereka duduki itu. Para siswa tidak saling bantu membantu.
2.    Kesulitan mengikuti peraturan kelompok : Jika suasana kelas menunjukkan bahwa siswa-siswa tidak mematuhi aturan-aturan kelas yang telah ditetapkan, maka masalah yang kedua muncul, yaitu kekurang-mampuan mengikuti peraturan kelompok.Contoh-contoh masalah ini ialah berisik; bertingkah laku mengganggu padahal pada waktu itu semua siswa diminta tenang; berbicara keras-keras atau mengganggu kawan padahal waktu itu semua siswa diminta tenang bekerja di tempat duduknya masing-masing; dorong-mendorong atau menyela waktu antri di kafetaria dan lain-lain.
3.    Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok : Reaksi negatif terhadap anggota kelompok terjadi apabila ekspresi yang bersifat kasar yang dilontarkan terhadap anggota kelompok yang tidak diterima oleh kelompok itu, anggota kelompok yang menyimpang dari aturan kelompok atau anggota kelompok yang menghambat kegiatan kelompok.Anggota kelompok dianggap “menyimpang” ini kemudian “dipaksa” oleh kelompok itu untuk mengikuti kemauan kelompok.
4.    Penerimaan kelas (kelompok) atas tingkah laku yang menyimpang :Penerimaan kelompok (kelas) atas tingkah laku yang menyimpang terjadi apabila kelompok itu mendorong timbulnya dan mendukung anggota kelompok yang bertingkah laku menyimpang dari norma-norma sosial pada umumnya. Contoh yang amat umum ialah perbuatan memperolok-olokan, misalnya membuat gambar-gambar yang “lucu” tentang guru.Jika hal ini terjadi maka masalah kelompok dan masalah perorangan telah berkembang dan masalah kelompok kelihatannya lebih perlu mendapat perhatian
5.    Kegiatan anggota atau kelompok yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan, masalah kelompok anak timbul dari kelompok itu mudah terganggu dalam kelancaran kegiatannya.Dalam hal ini kelompok itu mereaksi secara berlebihan terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak berarti atau bahkan memanfaatkan hal-hal kecil untuk mengganggu kelancaran kegiatan kelompok itu.Contoh yang sering terjadi ialah para siswa menolak untuk melakukan karena mereka beranggapan guru tidak adil. Jika hal ini terjadi, maka suasana diwarnai oleh ketidaktentuan dan kekhawatiran.
6.    Kurangnya semangat, tidak mau bekerja, dan tingkah laku agresif atau protes. Masalah kelompok yang paling rumit ialah apabila kelompok itu melakukan protes dan tidak mau melakukan kegiatan, baik hal itu dinyatakan secara terbuka maupun terselubung.Permintaan penjelasan yang terus menerus tentang sesuatu tugas, kehilangan pensil, lupa mengerjakan tugas rumah atau tugas itu tertinggal di rumah, tidak dapat mengerjakan tugas karena gangguan keadaan tertentu, dan lain-lain merupakan contoh-contoh protes atau keengganan bekerja.
7.    Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan.Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan terjadi apabila kelompok (kelas) mereaksi secara tidak wajar terhadap peraturan baru atau perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan jadwal kegiatan, pergantian guru dan lain-lain.Apabila hal itu terjadi sebenarnya para siswa (anggota kelompok) sedang mereaksi terhadap suatu ketegangan tertentu; mereka menganggap perubahan yang terjadi itu sebagai ancaman terhadap keutuhan kelompok.Contoh yang paling sering terjadi ialah tingkah laku yang tidak sedap pada siswa terhadap guru pengganti, padahal biasanya kelas itu adalah kelas yang baik.[5]
C.  Cara Mengenali Adanya Masalah
Ada empat teknik sederhana untuk mengenali adanya masalah-masalah dalam pengelolaan kelas. Diantaranya yaitu :
1.      Jika guru merasa terganggu (atau bosan) dengan tingkah laku seorang siswa, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari perhatian.
2.      Jika guru merasa terancam (atau merasa dikalahkan), hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari kekuasaan.
3.      Jika guru merasa amat disakiti, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah menuntut balas.
4.      Jika guru merasa tidak mampu menolong lagi, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah ketidakmampuan. Ditekankan, guru hendaknya benar-benar mampu mengenali dan memahami secara tepat arah tingkah laku siswa-siswa yang dimaksud (apakah tingkah laku siswa itu mengarah ke mencari perhatian, mencari kekuasaan, menuntut balas, atau memperlihatkan ketidakcampuran) agar guru itu mampu menangani masalah siswa secara tepat pula.
D.  Cara Penyelesaian Permasalahan Dalam Pengelolaan Kelas
Untuk mengatasi masalah dalam pengelolaan kelas di atas, ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan,diantaranya sebagai berikut:
1.    Pendekatan Kekuasaan
Proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik. Peran guru disini adalah menciptakan dan mempertahankan situasi disiplin dalam kelas. Didalamnya ada kekuasaan dalam norma yang mengikat untuk ditaati anggota kelas. Melalui kekuasaan dalam bentuk norma itulah guru mendekatinya.
2.    Pendekatan ancaman
Proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik. Tetapi dalam mengontrol tingkah laku anak didik dilakukan dengan cara memberikan ancaman. Misalnya: melarang, ejekan, sindiran dan memaksa.
3.    Pendekatan Kebebasan.
Suatu proses untuk membatu anak didik agar merasa bebas untuk mengerjakan sesuatu kapan saja dan dimana saja. Peran guru adalah mengusahakan semaksimal mungkin kebebasan anak didik.
4.    Pendekatan Resep.
Dilakukan dengan suatu daftar  yang dapat menggambarkan apa yang harus dan apa yang tidak boleh dikerjakan oleh guru dalam merealisasikan masalah atau situasi yang terjadi dikelas. Dalam daftar itu digambarkan tahap demi tahap apa yang harus dikerjakan oleh guru. Peran guru hanyalah mengikuti petunjuk seperti yang tertulis dalam resep.
5.    Pendekatan Pengajaran
Berdasarkan atas suatu anggapan bahwa dalam suatu perencanaan dan pelaksanaan akan mencegah munculnya suatu masalah tingkah laku anak didik, dan memecahkan masalah itu bila tidak bisa dicegah. Pendekatan ini menganjurkan tingkah laku guru dalam mengajar untuk mencegah dam menghentikan tingkah laku anak didik yang kurang baik. Peran guru adalah merencanakan dan mengimplementasikan pelajaran yang baik.
6.    Pendekatan Perubahan Tingkah Laku.
Suatu proses untuk mengubah tingkah laku anak didik. Peranan guru adalah mengembangkan tingkah laku anak didik yang baik dan mencegah tingkah laku yang kurang baik. Pendekatan berdasarkan perubahan tingkah laku ini, bertolak dari sudut pandang psikologi behavioral yang mengemukakan asumsi sebagai berikut:
a.    Semua tingkah laku yang baik dan yang kurang baik merupakan hasil proses belajar. Asumsi ini mengharuskan wali/guru kelas berusaha menyusun program kelas dan suasana yang dapat merangsang terwujudnya proses belajar yang memungkinkan siswa mewujudkan tingkah laku yang baik menurut ukuran norma yang berlaku dilingkungan sekitarnya.
b.    Didalam proses belajar terdapat proses psikologis yang fundamental berupa penguasaaan positif, hukuman, penghapusan dan penguatan negative. Asumsi ini mengharuskan seorang wali/guru kelas melakukan usaha-usaha mengulang-ulangi program atau kegiatan yang dinilai baik (perangsang) bagi terbentuknya tingkah laku terutama di kalangan para siswa.
7.    Pendekatan Suasana Emosi dan Hubungan Sosial
Berdasarkan suasana perasaan dan suasana sosial didalam kelas sebagai sekelompok individu cenderung pada psikologi klinis dan konseling (penyuluhan). Menurut pendekatan ini pengelolaan kelas merupakan suatu proses menciptakan iklim atau suasana sosial dan hubungan sosial yang positif dalam kelas. Disini guru adalah kunci terhadap pembentukan hubungan pribadi itu, dan perannya adalah menciptakan hubungan pribadi yang sehat. Untuk itu terdapat dua asumsi pokok, yaitu:
a.    Iklim sosial dan emosional yang baik adalah dalam arti terdapat hubungan interpersonal yang harmonis antara guru dengan guru, guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa, merupakan kondisi yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar mengjar yang efektif.
b.    Iklim sosial dan emosional yang baik tergantung pada guru dalam usahanya melaksanakan kegiatan belajar mengajar, yang didasari dengan hubungan manusiawi yang efektif.
8.    Pendekatan Proses Kelompok
Suatu proses untuk menciptakan kelas sebagai sistem sosial, dimana proses kelompok merupakan yang paling utama. Peranan guru adalah mengusakan agar perkembangan dan pelaksanaan proses kelompok itu efektif. Proses kelompok adalah usaha guru mengelompokkan anak didik ke dalam beberapa kelompok dengan berbagai pertimbangan individual sehingga teripta kelas yang mengetengahkan dua asumsi sebagai berikut :
a.    Pengalaman belajar di sekolah bagi siswa berlangsung dalam konteks kelompok sosial. Asumsi ini mengharuskan wali/guru kelas dalam pengelolaan kelas selalu mengutamakan kegiatan yang dapat mengikutsertakan seluruh personal di kelas.
b.    Tugas guru terutama adalah memelihara kelompok belajar agar menjadi kelompok yang efektif dan produktif. Berdasarkan asumsi ini berarti seorang wali/guru kelas harus mampu membentuk dan mengaktifkan  siswa bekerjasama dalam kelompok yang sudah terbentuk di dalam kelas.
9.    Pendekatan Eklektis atau Puralistik
Pendekatan ini menekankan pada potensialitas, kreativitas, dan inisiatif wali/guru kelas dalam memilih berbagai pendekatan tersebut berdasarkan situasi yang dihadapinya. Disebut juga pendekatan pluralistik, yaitu pengelolaan kelas yang berusaha menggunakan berbagai macam pendekatan yang memiliki potensi untuk dapat menciptakan  dan mempertahankan suatu kondisi yang memungkinkan proses belajar belajar berjalan efektif dan efsien.
E.  Usaha Yang Bersifat Pencegahan.
Tindakan pencegahan adalah tindakan yang dilakukan sebelum munculnya tingkah laku yang menyimpang yang mengganggu kondisi optimal berlangsungnya pembelajaran.Keberhasilan dalam tindakan pencegahan merupakan salah satu indikator keberhasilan manajemen kelas.Konsekuensinya adalah guru dalam menentukan langkah-langkah dalam rangka manajemen kelas harus merupakan langkah yang efektif dan efisien untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Adapaun langkah-langkah pencegahannya sebagai berikut :
1.    Peningkatan Kesadaran Diri Sebagai Guru
Langkah peningkatan kesadaran diri sebagai guru merupakan langkah yang strategis dan mendasar, karena dengan dimilikinya kesadaran ini akan meningkatkan rasa tanggung jawab dan rasa memiliki yang merupakan modal dasar bagi guru dalam melaksanakan tugasnya. Implikasi adanya kesadaran diri sebagai guru akan tampak pada sikap guru yang demokratis, sikap yang stabil, kepribadian yang harmonis dan berwibawa. Penampakan sikap seperti itu akan menumbuhkan respon dan tanggapan positif dari peserta didik.
2.    Peningkatan Kesadaran Peserta Didik
Interaksi positif antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran terjadi apabila dua kesadaran (kesadaran guru dan peserta didik) bertemu. Kurangnya kesadaran peserta didik akan menumbuhkan sikap suka marah, mudah tersinggung, yang pada gilirannya memungkinkan peserta didik melakukan tindakan-tindakan yang kurang terpuji yang dapat mengganggu kondisi optimal dalam rangka pembelajaran. Untuk meningkatkan kesadaran peserta didik, maka kepada mereka perlu melaksanakan hal-hal berikut : (a) memberitahukan akan hak dan kewajibannya sebagai peserta didik, (b) memperhatikan kebutuhan, keinginan dan dorongan para peserta didik, (c) menciptakan suasana saling pengertian, saling menghormatidan rasa keterbukaan antara guru dan peserta didik.
3.    Sikap Polos Dan Tulus Dari Guru
Guru hendaknya bersikap polos dan tulus terhadap peserta didik. Sikap ini mengandung makna bahwa guru dalam segala tindakannnya tidak boleh berpura-pura bersikap dan bertindak apa adanya. Sikap dan tindak laku seperti itu sangat membantu dalam mengelola kelas. Guru dengan sikap dan kepribadiannya sangat mempengaruhi lingkungan belajar, karena tingkah laku, cara menyikapi dan tindakan guru merupakan stimulus yang akan direspon atau diberikan reaksi oleh peserta didik. Kalau stimuli itu positif maka respon atau reaksinya juga positif. Sebaliknya akalu stimuli itu negatif maka respon atau rekasi yang akan muncul adalah negatif. Sikap hangat, terbuka, mau mendengarkan harapan atau keluhan para siswa, akrab dengan guru akan membuka kemungkinan terjadinya interaksi dan komunikasi wajar antara guru dan peserta didik.
4.    Mengenal Dan Mengenal Alternatif Pengelolaan
Untuk megenal dan menemukan alternatif pengelolaan, langkah ini menuntut guru : (a) melakukan tindakan identifikasi berbagai penyimpangan tingkah laku peserta didik yang sifatnya invidual maupun kelompok. Penyimpangan perilaku peserta didik baik individual maupun kelompok tersebut termasuk penyimpangan yang disengaja dilakukan peserta didik yang hanya sekedar untuk menarik perhatian guru atau teman-temannya., (b) mengenal berbagai pendekatan dalam manajemen kelas. Guru hendaknya berusaha menggunakan pendekatan manajemen yang dianggap tepat untuk mengatasi suatu situasi atau menggantinya dengan pendekatan yang dipilihnya, (c) mempelajari pengalaman guru-guru lainnya yang gagal atau berhasil sehingga dirinya memiliki alternatif yang bervariasi dalam menangani berbagai manajemen kelas.
5.    Menciptakan Kontrak Sosial
Penciptaan kontrak sosial pada dasarnya berkaitan dengan “standar tingkah laku” yang diharapkan seraya memberi gambaran tentang fasilitas beserta keterbatasannya dalam memenuhi kebutuhan peserta didik.Pemenuhan kebutuhan tersebut sifatnya individual maupun kelompok dan memenuhi tuntutan dan kebutuhan sekolah.Standar tingkah laku ini dibentuk melalui kontrak sosial antara sekolah/guru dan peserta didik. Norma atau nilai yang turunnya dari atas dan tidak dari bawah, jadi sepihak, maka akan terjadi bahwa norma itu kurang dihormati dan ditaati. Oleh sebab itu, dalam rangka mengelola kelas norma berupa kontrak sosial (tata tertib) dengan sangsinya yang mengatur kehidupan di dalam kelas, perumusannya harus dibicarkan atau disetujui oleh guru dan peserta didik. Kebiasaan yang terjadi dewasa ini bahwa aturan-aturan sebagai standar tingkah laku berasal dari atas (sekolah/guru). Para peserta didik dalam hal ini hanya menerima saja apa yang ada. Mereka tidak memiliki pilihan lain untuk menolaknya.[6]

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Ada dua jenis masalah dalam pengelolaan kelas, yaitu yang bersifat perorangan atau individual dan yang bersifat kelompok. Penggolongan masalah individual ini didasarkan atas anggapan dasar bahwa tingkah laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan.Setiap individu memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki dan untuk merasa dirinya berguna.Sedangkan dalam masalah kelompok ada tujuh masalah dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas;(a)Kurangnya kekompakan, (b)Kesulitan mengikuti peraturan kelompok, (c)Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok, (d)Penerimaan kelas (kelompok) atas tingkah laku yang menyimpang, (e)Kegiatan anggota atau kelompok yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan, (f)Kurangnya semangat, tidak mau bekerja, dan tingkah laku agresif atau protes, (g)Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan.
            Untuk mengatasi masalah dalam pengelolaan kelas di atas, ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan,diantaranya; Behavior – Modification Approach (Behaviorism Apparoach), Socio-Emotional Climate Approach (Humanistic Approach),Group Process Approach, pendekatan Otoriter, Pendekatan Permisif, dan Pendekatan membiarkan dan memberi kebebasan.

B.     Saran
Dengan banyaknya alternatif penyelesaian masalah, diharapkan agar menjadi solusi yang tepat bagi guru dalam  meningkatkan kualitas pengajaran yang nantinya diterapkan dalam  proses belajar mengajar sehingga hasilnya dapat juga dinikmati oleh anak didiknya.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2009. Penelitian tindakan kelas. Jakarta: PT Rineka Cipta Entang, M dkk. 1983. Pengelolaan kelas. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Harsanto, Radno. 2007. Pengelolaan kelas yang dinamis. Yogyakarta: Kanisius.
Wijaya, Cecep dkk. 2000. Kemampuan dasar guru dalam proses belajar mengajar.Bandung: PT. Rosdakarya Offset.




















[1]  Wijaya, Cecep dkk. 2000. Kemampuan dasar guru dalam proses belajar mengajar. Bandung: PT. Rosdakarya Offset
[2]  Entang, M dkk. 1983. Pengelolaan kelas. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

[4]  Entang, M dkk. 1983. Pengelolaan kelas. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
[5]  Harsanto, Radno. 2007. Pengelolaan kelas yang dinamis. Yogyakarta: Kanisius

Tidak ada komentar:

Posting Komentar